jugamengemukakan bahwa Mahendradatta sesungguhnya menikah dua kali, pertama kali dengan Dharmawangsa Teguh di Jawa Timur, melahirkan Airlangga, dan kedua kalinya dengan Udayana II (1950 : 124). Pada dasarnya, Goris menyetujui pendapat Moens tentang adanya dua tokoh Udayana, tetapi beliau menambahkan bahwa Airlangga dilahirkan di Bali Setelahkami ber 8 sampai di Museum Wayang, kamu langsung menuju ke dalam Museum tersebut. Untuk harga tiket masuk rp3.000/orang untuk mahasiswa, dan rp5.000/org selain mahasiswa . Dari yang pertama kali kami lihat di lantai pertama adalah terdapat beberapa Patung wayang tradisional yang besar di pajang di pintu utama. Setelah jalan terus ada Wayangkulit adalah salah satu budaya seni tradisional Indonesia, pada masa lampau, terutama di Jawa. wayang juga ikut berperan penting terhadap perkembangan agama Islam di negeri ini. Penyebaran agama islam yang dilakukan oleh para Walisongo melalui wayang terbukti efektif. Sunan Kalijaga menginspirasi para walisongo untuk memadukan Pendapatpertama: bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Jawa Timur. Pendapat ini dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt. Mengenaiasal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur­nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X PertamaWayang Kulit di Jawa Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang Golek di Jawa Barat. Di samping menggunakan wayang sebagai media dakwahnya, para wali juga melakukan dakwahnya melalui berbagai bentuk akulturasi budaya lainnya contohnya melalui penciptaan tembang-tembang keislaman . Jumat, 18 Desember 2020 1938 WIB Gambar karya Andi Yudha Asfandyar berjudul Wayang Golek Punakawan. Iklan Bandung - Puluhan seniman di Jawa Barat menggelar pameran bersama tentang wayang dengan judul Ramayana Mahabarata untuk menutup akhir 2020. Pameran secara virtual di media sosial itu berlangsung 5-31 Desember 2020. “Pameran ini untuk donasi pekerja wayang,” kata kurator Isa Perkasa di Bandung, Jumat, 18 Desember seniman yang terlibat sekitar 70-an orang dengan seratusan karya. Mayoritas karya yang dipamerkan berupa lukisan. Sebagian kecil adalah gambar dan patung. Adapun figur karyanya sosok-sosok tokoh dalam kisah Mahabarata, wayang golek, wayang kulit, dan wayang orang. Pengunjung bisa menyaksikannya di akun Instagram galeri_pusatkebudayaan dan Facebook semua karya yang dipamerkan dengan harga tertentu itu buatan baru. Pelukis di Bandung, Abun Adira misalnya, mengusung karya lukisannya yang dibuat pada 2007. Pada kanvas berukuran 150 x 100 sentimeter itu ada sosok wayang golek Gatotkaca sedang berhadapan dengan Batman. Di belakangnya ada sebuah helikopter berbaling berjudul Gatotkaca Belum Bisa Terbang karya Abun Adira berjudul Gatotkaca Belum Bisa Terbang itu mengingatkan pada nasib pesawat terbang pertama buatan Indonesia yang gagal mengangkasa pada 1990-an karena dihantam krisis moneter. Purwarupanya kini hanya bisa menjadi koleksi museum dirgantara di Sementara itu Deden Sambas membuat karya patung berjudul Wayang Rumput. Bentuknya seperti wayang mainan anak yang terbuat dari batang daun singkong. Pada karya itu batangnya memakai bahan tembaga kurator Isa Perkasa, sejarah wayang di Indonesia khususnya di Jawa terentang panjang sejak masa animisme. Dari beberapa jenis wayang diketahui publik paling banyak meminati wayang kulit purwa dan wayang golek. Adapun cerita wayang yang paling banyak dipahami adalah Ramayana dan yang digelar oleh Galeri Pusat Kebudayaan di Bandung itu merupakan agenda rutin untuk memperingati Hari Wayang Dunia pada November. Namun karena masih pandemi Covid-19, pameran digelar secara SISWADI Artikel Terkait Keeway Pajang Motor Baru di Jakarta Fair, Tawarkan Promo Menarik 1 hari lalu Jurus Yogyakarta Ajak Wisatawan Kenali Lebih Dekat Candi-candi Bersejarah 3 hari lalu Unpad Jatinangor Gelar Pameran Koleksi Seratusan Kecap Nusantara pada 13-16 Juni 3 hari lalu Menelusuri Cerita dan Motif Songket Canduang Minangkabau yang Bersejarah di Taman Budaya Sumbar 6 hari lalu Sasar Turis Asia Tenggara, Sands China Gelar Pameran Makau di Singapura 6 hari lalu MB Fair 2023 Hadir di Kota Kasablanka 6 hari lalu Rekomendasi Artikel Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini. Video Pilihan Keeway Pajang Motor Baru di Jakarta Fair, Tawarkan Promo Menarik 1 hari lalu Keeway Pajang Motor Baru di Jakarta Fair, Tawarkan Promo Menarik Motor listrik Keeway Type 2 versi Metro City dihadirkan di Jakarta Fair dengan harga Rp 10,4 juta dan Type 2 versi ADV harganya Rp 9,9 juta. Jurus Yogyakarta Ajak Wisatawan Kenali Lebih Dekat Candi-candi Bersejarah 3 hari lalu Jurus Yogyakarta Ajak Wisatawan Kenali Lebih Dekat Candi-candi Bersejarah Yogyakarta merupakan surga dari puluhan candi kuno baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Unpad Jatinangor Gelar Pameran Koleksi Seratusan Kecap Nusantara pada 13-16 Juni 3 hari lalu Unpad Jatinangor Gelar Pameran Koleksi Seratusan Kecap Nusantara pada 13-16 Juni Kecap telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kebiasaan makan masyarakat Indonesia. Menelusuri Cerita dan Motif Songket Canduang Minangkabau yang Bersejarah di Taman Budaya Sumbar 6 hari lalu Menelusuri Cerita dan Motif Songket Canduang Minangkabau yang Bersejarah di Taman Budaya Sumbar Dalam pameran itu ditampilkan juga kain songket Canduang yang sudah berumur 150 tahun. Sasar Turis Asia Tenggara, Sands China Gelar Pameran Makau di Singapura 6 hari lalu Sasar Turis Asia Tenggara, Sands China Gelar Pameran Makau di Singapura Pameran pariwisata Makau digelar Sands China Ltd-perusahaan pengelola resor terpadu di Makau-pada 7-9 Juni 2023 di Marina Bay Sands, Singapura. MB Fair 2023 Hadir di Kota Kasablanka 6 hari lalu MB Fair 2023 Hadir di Kota Kasablanka MB Fair merupakan pameran perlengkapan ibu dan anak terbesar dan terlengkap, yang menyediakan berbagai keperluan untuk berbagai kategori dimulai dari ibu hamil, melahirkan, menyusui, dan juga bagi bayi hingga anak-anak praremaja. Indofest 2023, Diserbu Pengunjung di Hari Kedua 13 hari lalu Indofest 2023, Diserbu Pengunjung di Hari Kedua Indonesia Outdoor Festival atau Indofest 2023 resmi dibuka mulai tanggal 1-4 Juni 2023 di Istora Senayan, Jakarta. Indofest 2023, Pelaku Bisnis Outdoor Sebut Omzet Meningkat 400 Persen Dibanding Tahun Lalu 13 hari lalu Indofest 2023, Pelaku Bisnis Outdoor Sebut Omzet Meningkat 400 Persen Dibanding Tahun Lalu Meningkatnya jumlah pengunjung pameran Indofest 2023 membuat omzet pelaku bisnis meningkat tajam. Berburu Diskon hingga 70 Persen di Indofest 2023 13 hari lalu Berburu Diskon hingga 70 Persen di Indofest 2023 Pameran Indonesia Outdoor Festival atau Indofest hadir di Istora Senayan, Jakarta pada 1-4 Juni 2023. BNI Berangkatkan UMKM F&B Lokal ke Seoul Food & Hotel 2023 14 hari lalu BNI Berangkatkan UMKM F&B Lokal ke Seoul Food & Hotel 2023 Pameran ini dapat menjadi sarana branding bagi BNI Xpora dan UMKM binaan BNI untuk dikenal secara global. Asal-Usul Wayang Jawa Timuran Istilah wayang Jawa Timuran ialah konvensi pertunjukan wayang Kulit di wilayah Brangwetan artinya di seberang timur daerah aliran Sungai Brantas yang secara geografis mengacu pada wilayah pusat pemerintahan Majapahit tempo dulu. Daerah yang dimaksudkan adalah Kabupaten Mojokerto, Jombang, Surabaya Kodya, eks karisedenan Malang Malang, Pasuruhan, Probolinggo dan Lumajang. Istilah Jawatimuran ini diperkirakan muncul sesudah tahun 1965 dan semakin populer sekitar tahun 1970 –an seiring dengan didirikannya Pendidikan Formal Sekolah Karawitan Konservatori Surabaya. Tentang istilah yang digunakan untuk menyebut seni pedalangan atau pewayangan di Jawa Timur, sebenarnya di Surabaya khususnya, telah memiliki istilah yang telah lama popular yaitu dengan penyebutan Wayang Jekdong suatu istilah yang bersumber dari bunyi kepyak =Jeg yang berpadu dengan bunyi kendhang bersama Gong Gedhe. Ada lagi yang menyebut Wayang Dakdong bunyi kendhang dengan bunyi gong besar, yang terjadi ketika sang dalang melakukan kabrukan tangan berantem di awal adegan perangan. Namun istilah tersebut tak bisa merata di seluruh kawasan etnis Jawa Timuran di luar kota Surabaya karena sebutan tadi timbul bukan dari para seniman dalang itu sendiri tapi dimungkinkan istilah lama itu timbul dari suara penonton, konon istilah ini dilansir oleh dalang terkenal Ki Nartosabdo. Justru bagi dalang yang lebih tua, mendengar sebutan wayang jekdong atau dakdong merasa direndahkan diejek. Dilihat dari bahan, peralatan, maupun pertunjukannya secara fungsional tidak berbeda jauh dengan Seni Pedalangan versi daerah lain Surakarta, Yogjakarta. Namun secara detail terdapat perbedaan baik seni rupa wayang, karawitan, cerita maupun penampilan yang bersifat kedaerahan Secara teritorialnya Seni Pedalangan Jawatimuran dapat dibagi menjadi 4 versi kecil yakni Versi Lamongan meliputi Kabupaten Lamongan dan sekitarnya, sering disebut gaya pasisiran . Versi Mojokertoan, meliputi Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto dan sekitarnya. Versi Porongan, meliputi daerah Kabupaten Sidoarjo, Surabaya dan sekitarnya. Versi Malangan, meliputi Kabupaten Malang dan sekitarnya. Ke-4 versi tersebut mempunyai ciri-ciri yang berbeda, namun perbedaannya sangat kecil, kecuali versi Malangan yang terpengaruh oleh kesenian topeng yang gamelan menggunakan nada pelog. Ciri Wayang Jawatimuran Menurut Jumiran Ranta Atmaja, ada enam ciri khas wayang Jawatimuran yakni Dalam pergelaran wayang kulit gagrag Jawatimuran mempunyai karakteristik tersendiri dengan memiliki empat jenis pathet, yaitu pathet Sepuluh 10, pathet Wolu 8, pathet Sanga 9, dan pathet Serang, sedangkan di Jawa Tengah lazim mengenal tiga pathet, yaitu pathet Nem 6, pathet Sanga 9, dan pathet Manyura. Fungsi kendang dan kecrek sebagai pengatur irama gending amat dominan. Kultur wayang Jawa Timuran dipilah dalam beberapa subkultur yang lebih khas, mengacu ke estetika etnik keindahan tradisi lokal yakni subkultur Mojokertoan, Jombangan, Surabayan, Pasuruhan dan Malangan. Konvensi pedalangan Jawa Timuran hanya menyajikan dua panakawan yakni Semar dan Bagong. Konvensi ini taat pada cerita relief candi Jago Tumpang cerita Kunjarakarna, punakawan hanya dua Semar dan Bagong. Dalam seni tradisional yang lain, punakawan juga dua orang yakni Bancak dan Doyok atau cerita Damarwulan hanya dua yakni Sabdopalon dan Naya Genggong. Dalang Jawa Timuran tidak menyajikan adegan Gara-Gara secara khusus yakni munculnya Semar, Gareng, Petruk dan Bagong pada tengah malam. Kemunculan punakawan dan adegan lawak disesuaikan dengan alur cerita atau lakon yang dipentaskan. Bahasa dan susastra pedalangan Jawa Timuran amat dominan didukung oleh bahasa Jawa dan dialek lokal Jawa Timuran. Maka munculah bentuk sapaan Jawa Timuran, misalnya arek-arek, rika, reyang. Pada awal pertunjukan ki dalang mengucapkan suluk Pelungan. Suluk Pelungan terkait dengan doa penutup pada adegan tancep yang diucapkan ki dalang yang isinya ki dalang memperoleh berkah dan keselamatan dalam menggelar kisah kehidupan para leluhur. pemilik hajat semoga dikabulkan permohonannya, niat yang suci/tulus dalam selamatan tersebut. Para pendukung pertunjukan wayang para pengrawit, biyada, dan sinoman serta semua penonton selalu rahayu, selamat sesudah pementasan tersebut berakhir Fungsi Wayang Kulit Jawatimuran Keberadaan wayang Jawa Timuran dapat bertahan hingga saat ini karena adanya beberapa faktor baik unsur internal maupun eksternal. Unsur internal meliputi para seniman pedalangannya baik dalang, nayaga maupun sinden. Sedang unsur eksternal adalah para penonton atau pendukung wayang kulit itu sendiri. Bertahannya pergelaran wayang kulit Jawa Timuran karena secara sosial masih fungsional. Keterkaitan antara unsur internal yang terdiri dari komunitas dalang dan para pendukungnya masih sangat kuat, sehingga keberadaan wayang sebagai sebuah anasir budaya masih dibutuhkan keberadaannya. Fungsi sosial wayang kulit Jawa Timuran masih terus bertahan mengikuti dinamika perkembangan zaman. Bagi masyarakat Jawa Timur, wayang masih dianggap penting diantaranya untuk ruwat sukerta, haul, sunatan, bersih desa dll. Dalang Sebagian besar dalang Gaya Jawa Timuran belajar dengan cara nyantrik’ kepada dalang senior, sekalipun ada beberapa dalang yang sebelum nyantrik belajar secara formal di sekolah atau membaca , namun untuk benar-benar terjun sebagai dalang Jawa Timuran masih diperlukan proses nyantrik. Profesi dalang merupakan pekerjaan untuk mencari nafkah, sehingga terjadi persaingan diantara para dalang. Maka sebelum tahun 1970 masih sering terjadi perang batin santet antar dalang. Namun mulai tahun 1989 setelah berdirinya Paripuja Paguyuban Ringgit Purwa Jawa Timuran yakni wadah untuk mempersatukan para dalang maka dalang mulai bersatu dan bersaing secara sehat. Dan secara rutin mengadakan pentas secara periodik. Wardono 4 Juni 2013. Perkembangan Wayang Jawatimuran Seni Pedalangan Jawa Timuran atau Wayang Jawa Timuran, pada masa sekarang masih hidup dan berkembang. Namun perkembangannya terbatas dalam kawasan etnis seni budaya daerah Jawa Timuran, di antaranya di wilayah Kabupaten Jombang, Mojokerto, Malang Pasuruan, Sidoardjo, Gresik, Lamongan dan di pinggiran kota pun sebagian besar berada di desa-desa, bahkan ada yang bertempat di pegunungan. Melihat daerah propinsi Jawa Timur yang begitu luas dan jumlah penduduk yang sangat padat itu, berarti kehidupan seni Pedalangan Jawa Timuran tersebut hanya berada dalam wilayah yang sangat sempit. Sedang arus kesenian dari daerah lain mengalir ke Jawa Timur dengan sangat derasnya, termasuk seni Pedalangan gaya Surakarta dan Yogyakarta. Demikian pula seni budaya dari negara lain pun tidak ketinggalan hadir di tengah-tengah masyarakat Jawa Timur begitu cepat dan mudah berkembang. Dengan masuknya seni budaya dari luar akan berpengaruh besar terhadap masyarakat untuk tidak mencintai seni budaya daerah setempat. Dalam hal ini terutama kesenian daerah Jawa Timur dengan mudah akan tersingkir, atau setidak-tidaknya akan menghambat kesenian daerah setempat di dalam pelestarian berikut pengembangannya. Menurut Jumiran Rantaatmaja atas dasar pengaruh-pengaruh seperti tersebut diatas, maka tidak sedikit orang menyatakan bahwa hal itulah yang akan mempercepat proses kemunduran sementara orang mengkhawatirkan terhadap kepunahannya, bila tidak ada usaha-usaha pembinaan dari pihak yang berwenang atau yang merasa handarbeni. Hanya usaha pembinaan itulah yang diharapkan oleh para seniman dalang Jawatimuran, yang sebagian besar terjadi dari rakyat kecil. Pergelaran-pergelaran yang diadakan secara rutin patut kita junjung tinggi, namun hal ini belum merupakan suatu pelestarian, sebab sesuai pertunjukan tanpa ada bekas-bekasnya. Tak ada lagi pembicaraan, perenungan ataupun permasalahan apa-apa, lebih-lebih sampai pada pembinaan. Dalam pengembangan Wayang Jawatimuran terdapat berbagai kendala yang sifatnya internal yakni kurangnya keterbukaan diantara para dalang. Para dalang sangat tertutup untuk membicarakan pedalangan Jawatimuran baik cerita maupun unsur-unsur lainnya. Hal ini disebabkan antara lain, takut salah, dan takut ditiru orang lain karena berhubungan dengan ekonomi. Namun sejak tahun 1994 para dalang jawa Timuran mulai terbuka dan mau menggali informasi dan pada tahun 1990 an pemerintah sudah memfasilitasi kegiatan pewayangan lewat festival. Wardono 4 Juni 2013. Seiring munculnya televisi dan layar tancep tahun 1985 prekwensi pedalangan Jawa Timuran mengalami penurunan. Namun sejak tahu 1997 sejak reformasi prekwensi pedalangan Jawa Timuran mengalami peningkatan sangat tajam. Wardono 4 Juni 2013. Unsur Pertunjukan Wayang Kulit Jawa Timuran Cerita/Lakon Pada dasarnya pertunjukan wayang tidak dapat lepas dari lakon, karena lakonlah yang mengungkapkan hal ihwal perilaku utama itu sendiri Poespowardoyo 1978 119. Kata lakon berasal dari bahasa Jawa, yaitu dari kata laku mendapat akhiran-an. Bentukan demikian dalam bahasa Jawa banyak jumlahnya,umpamanya tuju-an menjadi tujon, tuku-an menjadi tukon, babu-an menjadi babon, sendhu-an menjadi sendhon dan sebagainya Soediro satoto 1985 13 Menurut Bambang Murtiyoso, pengertian lakon dalam dunia pedalangan mempunyai makna yang berbeda-beda bergantung pada konteks pembicaraannya. Lakon dapat berarti tokoh utama pada peristiwa di dalam sebuah cerita yang disajikan. Pengertian lakon ini tersurat dalam pertanyaan lakone sapa lakonya siapa? Istilah lakon juga dapat berarti alur cerita, hal ini dapat diketahui dengan pertanyaan lakone kepriye lakonnya bagaimana ? Arti lain lakon adalah judul repertoar cerita yang disajikan, seperti yang terkandung dalam pertanyaan lakone apa? 199220. Bertitik tolak dari pengertian lakon di atas, sumber lakon yang dipakai dalam wayang Kulit Jawatimuran adalah Ramayana dan Mahabharata. Disamping itu juga berkembang Lakon Carangan, dan Carang Sedapur. Contoh lakon carangan seperti wahyu Saptorojo, Wahyu Makutharaja, Togog mBalelo, Wahyu Sidomukti. Wahyu Hidayatjati dll. Dalam wayang Jawa Timuran juga terdapat Lakon Jabur yakni menggabungkan lakon Mahabharata dengan cerita Menak yakni dalam lakon “Perkawinan Angkawijaya dengan Dewi Kuraisin”. Menurut Wisma Nugraha, kekhasan tradisi pakeliran gaya Jawa Timuran selain aspek bahasa dialeg Jawa Timuran adalah kekuatan tradisi lisannya.. Sebagian besar dalang Gaya Jawa Timuran belajar dengan cara nyantrik’ kepada dalang senior, sekalipun ada beberapa dalang yang sebelum nyantrik belajar secara formal di sekolah atau membaca, namun untuk benar-benar terjun sebagai dalang Jawa Timuran masih diperlukan proses nyantrik karena sumber lakon pakeliran gaya Jawa Timuran sebagian besar masih tersimpan di dalam dunia pergelaran lewat kuasa, memori dan sanggit dalang. Dari berbagai sumber lesan tersebut olek dalang Ki Surwedi dikumpulkan dan ditulis dalam sebuah buku dengan judul “Layang Kandha Kelir” yang bersumber dari cerita lisan yang beredar di komunitas penggemar wayang kulit Gaya Jawatimuran yang telah melembaga 2010 ix Bahasa Bahasa yang digunakan dalam pertunjukan Wayang Jawatimuran tidak lepas dari bahasa Jawa Timuran , yang dianggap bukan Bahasa Jawa baku. Ciri khas Bahasa Jawa Timuran adalah egaliter, blak-blakan, dan seringkali mengabaikan tingkatan bahasa layaknya Bahasa Jawa Baku, sehingga bahasa ini terkesan kasar. Namun demikian, penutur bahasa ini dikenal cukup fanatik dan bangga dengan bahasanya, bahkan merasa lebih akrab. Bahasa Jawa Dialek Surabaya dikenal dengan Boso Suroboyoan. Seperti ora – nggak tidak sliramu - poro/riko kamu piye/dospundi - yak opo bagaimana dalan – embong jalan bocah-bocah - arek-arek anak-anak rampung – mari selesai kenopo – lapo kenapa arep nyangdi - kate ndi akan kemana teng – nang ke kidul – kedul mulih – moleh pulang kowe – kon kamu Sedang suara tokoh wayang biasanya disesuaikan dengan nada gamelan misalnya Janaka memakai nada 6 gedhe Puntadewa nada 2 Werkudara nada 3 atau 5 Nakula 5 Sadewa nada 1 tinggi Kresna nada 1 tinggi dan 6 kecil Dalam pertunjukan wayang Jawa Timuran ada tokoh-tokoh tertentu yang menggunakan basa wantilan berbeda dengan tokoh wayang yang ada di Surakarta seperti Drona Aco bopo, kaceplus, pindang bulus, enak encus, waluh gembol monyor-monyor, gedebog basah kunyur-kunyur. Sengkuni Sareran-sareran bejane, bubutan dowo, bok awur-awur. Narada Aco bopo, kedeklik bongla-bangle 2 x, anak putu kito, mangan jangan gude, gedhene sak gundul-gundul, biang semprong, mati kobong, legiya-legiye, mangan srebe entek sak tempek, uthuk uber-uber 2 x. Togog Korobeyang-korobeyung, budal neng gunung oleh-olehe kenthang sak karung, ketebar-ketebur, eh-eh. Semar Au sabar awir-owar, wayang wedok ndangak, e lae dikethok koyo lombok, di tugel koyo galeng, dirajang koyo brambang, diiris koyo tomis. Tingkatan bahasa yang digunakan dalam percakapan wayang kulit, menunjukan perbedaan derajat antara seorang anak terhadap orang tua atau sifat kaula terhadap gusti pengagung dan sebagainya seperti Bahasa ngoko yaitu bahasa yang digunakan untuk berbicara dengan orang sebaya yang sudah akrap atau kepada orang yang lebih muda yang tidak sederajat. Bahasa madya yaitu bahasa ngoko yang kecampur dengan bahasa krama, digunakan untuk pergaulan denga orang yang belum akrab. Bahasa krama yaitu bahasa yang digunakan pada orang yang sebih dihargai, baik orang tua, pimpinan atau orang muda yang berderajat. Bahasa krama inggil yaitu bahasa halus untuk orang yang sangat dihargai, misalnya menghadap raja, pengagung dan sebagainya. Bahasa kedaton yaitu bahasa para sentana atau abdi keraton yang digunakan untuk dialog dengan sesama dihadapan seorang raja dalam keraton. Bahasa Kawi sansekerta yaitu bahasa yang sangat halus dan digunakan untuk tetembangan dan tembang suluk dalam adegan wayang Sabet Dalam wayang Jawatimuran terdapat beberapa sabet perang antara lain Perang dugangan/gagahan yakni perang antara Gatutkaca dengan tokoh sabrang. Dalam perang ini terdapat beberapa bentuk sabetan Gatutkaca yakni dali nyampar banyu, jagur dan Sikatan nyember walang. Perang alus digunakan untuk tokoh wayang bambangan Perang sidang atau perang penjalin pinentang seperti Arjuna dengan sabrang bagus Perang Tholi Thothit atau Perang Candu Cinukit yakni digunakan untuk perang Bagong dengan tokoh lain. Gending/lagu Struktur penggunaan gending dalam wayang Jawa Timuran Gending ayak 10 dalang mulai masuk panggung Dalang mulai memukul kotak, gending gandakusuma Kalau dalam adegan jejer ada tamu, gending gedog tamu Jebol panggung, gending sapujagat, gagak setro atau gedog rancak. Kalau raja sabrang gending jula-juli Ajar kayon, gending ayak Paseban Jobo, gending ayak arang Perang, ayak kerep dan alap-alap Goro-goro, gending norosolo, lambang, dudo bingung Begal buto, ayak Adegan kraton, gunungsare, jonjang, perkutut manggung, samirah, cokronegoro, luwung Perang, ayak songo, Serang, ayak serang. Seni Rupa Wayang Jawa Timuran Pengertian rupa wayang adalah wayang ditinjau dari sudut estetika seni rupa. Wayang merupakan ungkapan seni melalui bentuk, ukuran, komposisi, warna dan ornament-ornamen serta pola-pola dan model ragam hias tradisional yang diinspirasikan oleh cerita yang bersumber dari India seperti Mahabharata, Ramayana serta sumber-sumber ceritera lainnya. Dari sumber cerita wayang, lahirlah tokoh-tokoh berujud boneka dengan karakter tertentu, yang dibuat dari berbagai bahan antara lain kulit, kayu, kain, logam, tanduk dan ada juga kombinasi antara beberapa bahan. Sebagai sebuah karya seni, tokoh-tokoh itu dihias dengan ornament dan ragam hias yang khas dengan suatu teknik dan garapan seni yang tunduk pada kaidah-kaidah estetika seni rupa baik dalam bentuk, komposisi, ukuran dan warnanya. Bentuk dan corak wayang kulitnya condong pada gaya Yogyakarta, terutama wayang perempuan putren. Hal ini membuktikan bahwa sejak runtuhnya kerajaan Majapahit, kebangkitan kembali wayang kulit Jawatimuran dimulai sebelum terjadinya perjanjian Giyanti yang membagi kerajaan Mataram menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Konon tercatat bahwa wayang gagrag Surakarta merupakan perkembangan kemudian setelah perjanjian Giyanti terlaksana. Ciri khas wayang kulit Jawatimuran yang mencolok terdapat pada beberapa tokoh wayang yang mengenakan busana kepala irah-irahan gelung yang dikombinasi dengan makutha topong atau kethu dewa. Ciri lain terdapat pada tokoh wayang Bima dan Gathotkaca, yang di Jawa Tengah berwajah hitam atau kuning keemasan, namun di Jawa Timur berwajah merah. Beberapa tokoh dalang Jawatimuran menyatakan bahwa warna merah bukan berarti melambangkan watak angkara murka namun melambangkan watak pemberani. Selain itu tokoh wayang Gandamana pada wayang Jawa Tengah memiliki pola penggambaran karakter wanda yang mirip dengan Antareja atau Gathotkaca, tetapi pada wayang kulit Jawatimuran Gandamana tampil dengan wanda mirip Dursasana atau Pragota. Perbedaan yang paling mencolok antara wayang Jawa Timuran dengan Solo atau Jogja adalah pada pewarnaan yang saling bertolak belakang. Jika Solo dan Jogja dominan menggunakan warna merah kekuningan dan menghindari hijau kebiruan namun justru wayang Jawa Timuran justru menggunakan warna yang dibenci’ dengan mengunggulkan warna biru, biru dengan aksen tersebut banyak tidak dipahami oleh penatah wayang Jawa Timuran maupun komunitas pedalangan. Padahal wayang pesisiran seperti yang pernah berkembang di Gresik, Surabaya, Lamongan, Sidoarjo dan sekitarnya umumnya berwarna hijau kebiruan. Selain segi pewarnaan terdapat perbedaan pada wayang Solo, Jogja atau Jawa Tengahan yang dilengkapi peran punakawan atas Semar, Petruk, Gareng dan Bagong maka pada wayang Jawa Timuran formasinya terdiri atas Semar, Bagong dan Besut. Disamping itu pada Wayang Jawa Timuran terdapat tokoh khas antara lain Klamat Harun pengikut tokoh kanan seperti Gatutkaca, Antarja, Anoman dll Mujeni dan Pak Mundu pengikut tokoh kiri bila tidak ada Togog dan Bilung Setiap kera bermata 2 meskipun Dewi Anjani Ciri khas seni rupa wayang Jawa Timuran lainnya dari anatomi tubuhnya, tatahan maupun sunggingan antara lain Dodot bermotif kawung Sampur depan ndugang Lubang mata lebih sipit dibanding gaya Solo Kumis seperti pancing Gelung tidak sambung Kalung ditatah bubukan Talipraba tumpuk dua Celana untu walang Pelemahan polos merah Tatahan lebih agal Ulur-ulur pecah tengah Wanda Wanda dapat ditafsirkan sebagai pengejawantahan melalui bentuk wayang yang menggambarkan dasar lahir batin dalam kondisi mental dasar dari pribadi tertentu dalam seni rupa wayang kulit purwa dilukiskan dengan pola-pola pada mata, hidung, mulut, warna wajah/muka, perbandingan dan posisi ukuran tubuh, dan juga oleh suaranya yang dibawakan oleh dalang Suasana batin/mental pada setiap watak dilukiskan melalui ekspresi raut muka/wajah, nuansa warnanya proporsi panjang garis yang menghubungkan titik-titik tertentu pada tubuh dan besarnya sudut-sudut tertentu. Namun bagi mereka yang baru mulai mempelajari hal ini , barangkali agak sulit juga untuk membedakan suasana-suasana batin ini satu demi satu. Secara sederhana, tingkat-tingkat suasana batin tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut lega atau berkenan merdika atau bebas/netral suka atau gembira/bahagia duka atau marah sungkawa atau sedih/muram. Dengan cara mengolah dan merubah nuansa-nuansa warna pada wajah sudut-sudut tertentu, proporsi setiap garis, pembuat wayang dapat menyalurkan maksudnya dalam mengekspresikan suasana batin dari pada watak dasar yang dimaksudkan. Ada pula sejenis wanda yang disebut wanda kaget wanda yang mengekspresikan rasa terkejut yang digunakan pada tokoh Baladewa,. Sayang sekali wanda ini tidak dibakukan secara pasti dan universal, sehingga perbedaan-perbedaan suasana batin ini hanya berlaku terbatas pada suatu kelompok tertentu, atau setidak-tidaknya pada beberapa kelompok dalam satu aliran/mazhab pedalangan. Menurut Wardono pada wayang kulit Jawa Timuran, hanya ada beberapa tokoh wayang yang mempunyai wanda antara lain Arjuna wanda mbethuthut susah dengan ciri-ciri muka agak tunduk lurus, warna muka hitam Arjuna wanda kemanten seneng dengan ciri-ciri muka agak ndangak, warna muka hitam Gatutkaca kedukan wedi/takut dengan ciri-ciri muka nunduk, jangkah agak lebar Dursasana wanda girap dengan ciri-ciri muka lurus, hidung besar, warna orange Baladewa wanda geger dengan ciri-ciri warna putih, kaki jangkah Daftar Pustaka Bambang Harsrinuksmo dkk, 1999 Ensiklopedi Wayang Indonesia. Jakarta Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia. Gorys Keraf Ekspedisi dan Deskripsi. Ende-Flores PT. Nusa Indah Gottschalk, Louis Mengerti Sejarah. Terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta UI Press. Mulyono, S Wayang, Asal-usul, Filsafat dan Masa Depannya. Jakarta PT. Gunung Agung Murtiyoso, Bambang “Pertumbuhan Dan Perkembangan Seni Pertunjukan Wayang” Laporan Penelitian Nanang Henri Riyanto “Wayang Timplong Nganjuk, Asal usul dan kehidupannya” .Skripsi Sutopo, 1988 “Teknik Pengumpulan Data dan Model Analisisnya dalam Penelitian Kualitatif”. Makalah Ceramah STSI Surakarta. Umar Kayam Seni Tradisi Masyarakat. Jakarta Sinar Harapan. Surwedi 2010 Layang Kandha Kelir. Bantul Lembah Manah Surwedi 2007 Layang Kandha Kelir, Yogyakarta Bagaskara -Forlanda Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. "Bapak/ Ibu, komunitas lukis SMP Santa Maria Kabanjahe akan mengadakan pameran mulai besok, 6 Juni sampai dengan tanggal 17 Juni 2023, bertempat di Museum Pusaka Karo, Berastagi. Jika berkenan, boleh ikut hadir melihat karya anak-anak kita. Terima kasih."Demikian isi pesan singkat yang disampaikan oleh salah seorang guru di grup WhatsApp yang juga beranggotakan para orang tua siswa SMP Swasta Santa Maria Kabanjahe pada Senin, 5 Juni 2023 yang lalu. Saya bersama istri berencana menghadiri pameran lukisan itu. Si sulung ikut berperan serta memajang 3 buah lukisannya pada acara itu, bersama puluhan karya rekan-rekan dan dua orang guru di sekolahnya. Ada perasaan senang, dan bangga tentu saja. Terkenang ketika 3 tahun yang lalu saat si sulung masuk SMP, dia berencana ikut kegiatan ekstrakurikuler agak kebingungan juga, karena melukis adalah kegiatan yang sepengetahuan kami tidak begitu ada pelakunya di kampung ini. Aku tidak pernah mengetahui ada komunitas melukis di sini, apa lagi yang sampai mengadakan pameran dua tahun belakangan ini terbentuk komunitas melukis di SMP Swasta Santa Maria Kabanjahe. Komunitas melukis ini sebenarnya pertama kali melaksanakan pamerannya pada 11 Februari 2023 yang lalu, bertempat di selasar gedung sekolah ini, bersamaan dengan acara pertemuan para orang tua siswa dengan guru-guru di sekolah. Pameran lukisan karya anak-anak SMP Santa Maria Kabanjahe, 11/2/2023 Dok. Pribadi Pameran lukisan karya anak-anak SMP Santa Maria Kabanjahe, 11/2/2023 Dok. Pribadi Pameran lukisan karya anak-anak SMP Santa Maria Kabanjahe, 11/2/2023 Dok. Pribadi Pembukaan Pameran, Selasa 6/6/2023 1 2 3 4 5 Lihat Pendidikan Selengkapnya Sebuah kesenian Islami dapat tercipta dengan adanya pencampuran budaya Islam dengan kepercayaan lain yang masih dalam lingkup ajaran agama Islam. Salah satu kesenian Islamis yang ada di daerah nusantara khususnya di tanah Jawa ialah pertunjukkan Wayang. Kesenian ini dalam cerita pertunjukanya setiap tokoh-tokoh pewayangan merupakan bentuk refleksi sikap manusia, watak dan karakter manusia secara umum. Kesenian ini pada masa awal lahir masih dalam bentuk yang menyerupai relief pada sebuah candi baik di Prambanan maupun di candi merupakan sebuah kesenian yang sudah mendarah daging di masyarakat Jawa. Wayang dalam masyarakat jawa tidak hanya sebagai sarana hiburan namun oleh para Sunan juga merupakan media dakwah Islam di tanah Jawa. Perjalanan wayang dari waktu ke waktu berubah baik dari masa awal Hindu-Budha sampai pada masa kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak, Pajang dan Mataram II. Perubahan-perubahan inilah yang membuat kesenian ini sangat diminati oleh masyarakat Jawa, baik dari segi cerita, filosofi maupun bentuk-bentuk unik yang ada pada kesenian wayang itu sendiri. Untuk melengkapi pembahasan wayang periode modern, maka pembahasan kali ini akan lebih membahas mengenai pertunjukkan wayang periode Kesenian WayangMelihat dari segi istilah kata wayang terdapat beberapa pengertian di antaranya pertama, “wayang” yang berasal dari kata wayangan atau bayang-bayang yang merupakan gambaran wujud tokoh. Kedua, mengenai wayang dalam kamus besar bahasa Indonesia wayang adalah sebuah pertunjukan yang dimainkan oleh seorang dalang. Pengertian secara luas menurut Jajang Suryana, wayang dapat mengandung gambar, boneka tiruan manusia yang terbuat dari kulit atau bahan lain yang berbentuk pipih berwujud dua dimensi. Melihat pengertian-pengertian wayang diatas dapat disimpulkan bahwa wayang merupakan bentuk tiruan manusia dari bahan kulit, kayu dan lain sebagainya yang merupakan bentuk inplementasi dari berbagai watak kesenian ini muncul dikarenakan nenek moyang percaya bahwa roh leluhur yang telah mati merupakan perlindung dalam kehidupan. Kurang lebih sekitaran tahun 1500 SM nenek moyang kita banyak melakukan upacara-upacara penyembahan nenek moyang. Melihat pada titik tolak inilah orang berusaha mendatangkan roh leluhur ke dalam kehiduan keseharian mereka baik di rumah maupun dihalaman mereka. Pengamplikasian mereka dengan mendatangkan roh leluhur dengan sebutan “hyang” atau “dahyang” . Para “hyang” ini berbentuk patung dan gambar bayang-bayang yang kemudian disebut denga istilah usul wayang ini memiliki dua versi yang pertama dari kelompok Jawa, mereka menyebutkan bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Sarjana-sarjana Barat yang berpendapat yaitu Hazeau Brandes menurutnya wayang adalah asli dari Jawa seperti halnya gamelan, batik, ilmu berlayar, astronomi dan cara penanaman padi sawah basah. Pernyataan ini dubuktikan olehnya karena wayang sangat erat kaitanya dengan kehidupan sosial, kultural dan religius orang kedua dari Kats, ia berpendapat bahwa wayang jelas berasal dari Jawa, ini dikarenakan istilah-istilah yang digunakan didalam pertunjukan wayang. Kedua, ia berpendapat bahwa wayang merupakan suatu kebudayaan yang sudah tua, sebelum abad XI wayang di Jawa telah menjadi milik penduduk asliorang Jawa. Ketiga, pertunjukan wayang sangat erat hubunganya dengan penyembahan kepada nenek moyang. Pendapat mereka mempunyai alasan yang kuat yaitu bahwa seni wayang erat kaitanya dengan keadaan sosio-kultural religi bangsa Indonesia khususnya orang Jawa. Ini terlihat dengan adanya tokoh dari wayang yaitu punokawan yang terdiri dari Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong, serta nama dan istlah teknis pewayangan semuanya berasal dri bahasa Jawa Kuno.Versi kedua menyebutkan bahwa wayang berasal dari India, yang dibawa oleh agama Hindu ke Indonesia. Penganut keyakinan ini antara lain Krom, pertama, ia berpendapat bahwa wayang merupakan hasil dari kreasi Hindu yang berada di Jawa. Kedua, wayang menggunakan cerita-cerita dari India. Ketiga, tidak adanya istilah-istilah yang berasal dari India tidak membuktikan apa-apa. Keempat, wayang hanya berada di aerah Jawa dan Bali saja, yang merupakan daerah yang mendapatkan pengaruh agama Hindu terbesar. Pendapat kedua dikemukakan oleh Rassers, ia berpendapat bahwa melihat dari rumah suci laki-laki ini mungkin datang dari India, ia juga memercayai pendapat Krom bahwa wayang merupakan hasil kreasi dari Hindu-Jawa. Pendapat selanjutnya dikemukakan oleh Ras bahwa panggung wayng kulit yang berada di Jawa dan cerita-ceritanya pun sama yakni mengambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata. mereka merupakan sarjana Inggris yang pernah menjajah India. Versi kedua ini cenderung lemah dikarenakan sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan sudah sepakat bahwa wayang berasal dari pulau Jawa dan bukan besal dari negara lain India.Perkembangan Wayang di NusantaraMengenai asal-usul wayang ini masih belum dapat di buktikan, namun banyak sarjana-sarjana Indonesia masih berpatokan pada pendapat dari Hazeau. Wayang berasal dari cara keagamaan untuk pemujaan roh nenek moyang. Inilah dasar atas penyusunan periodisasi perkembangan wayang yang berada di Nusantara. Berdasarkan karangan Mulyono berikut ini periodisasi perkembangan wayang di Wayang Periode Pra-sejarahMulyono mengikuti pendapat Hazeau bahwa pertunjukan wayang mula-mula berfungsi magis-social-religius, yaitu sebagai alat upacara pemujaan pada arwah nenek moyang yang diwujudkan dalam bentuk bayangan. Kedatangan mereka dikarenakan diminta untuk memberikan restu dan pertolongan. Lakon wayang di zaman ini banyak menceritakan kepahlawanan dan petualangan nenek moyang. Pertunjukan wayang pada masa ini biasanya diadakan pada malam hari di rumah, halaman, atau tempat yang dianggap keramat. Perantara penyampaianya menggunakan bahasa Jawa Wayang Periode Mataram IZaman ini pertujukan wayang tidak hanya sebagai magis-regius namun juga sebagai alat pendidikan dan komunikasi. Cerita-cerita pertunjukan wayang diambil dari kisah-kisah “Ramayana” dan “Mahabaratha” yang telah ada akulturasi pada sifat dan mitos kuno tradisional. Cerita-cerita pewayangan telah mulai di tulis pada masa ini pada sekitara tahun 903 M. Sedangkan pertunjukan wyang sendiri telah ada pada tahun 907 ini dibuktikan dengan di temuknya sebuah prasasti Balitung yang tertulis”…si Geligi buat Hyang macerita Bhima ya kumara…” Geligi mengadakan pertunjukan wayang dengan mengambil cerita Bhima muda.Pertunjukkan Wayang Periode Jawa TimurPertunjukan pewayangan pada masa ini telah mencapai bentuk yang sempurna, sehingga dapat mengharukan hati bagi para penikmatnya. Bentuk wayang pada masa ini beragam ada yang terbuat dari daun rontal yang dibuat pada tahn 939 M yang menggambarkan para dewa, ksatria, dan pandhawa. Para tokoh punakawan dapat dilihat pada relief di candi Panatarn yang berangka tahun 1197 dan pada Gatutkaca Sraya 1188. Wayang kayon terdapat di candi Jago 1343. Wayang dengan bahan lain yang menggunakan kertas ialah wayang beber pertunjukan wayang ini mengunakan slendro yang terdapat pada tahun wayang masa ini biasanya dilakukan pada malam hari yang bertempat di rumah atau di tempat keramat, yang dipimpin oleh orang sakti, kepala keluarga, atau terkadang seorang raja. Bahasa yang digunakan dalam pertnjukan adalah bahasa Jawa uno dengan kata-kata Sangsekerta. Masa Majapahit II sekitar tahun 1440 mulai terdapat kitab-kitab pewayangan seperti Tantu Panggelaran, Sudamala, Dewaruci, Kkorawa Crama, yang menggunakan bahasa Jawa Wayang Periode Kedatangan IslamMasa ini pertunjukan wayang berfungsi sebagai sarana dakwah, pendidikan dan komnikasi, sumber sastra dan budaya, dan juga sebagai sarana hiburan bagi masyarkat sekitar. Cerita atau lakon pertunjukan wayang biasanya menggunakan Babad, yakni pencampuran antara cerita Ramayana atau Mahabarata versi Nusantara dengan cerita-cerita Arab/Islam. Pertunjukan wayang pada periode Islam juga mengalami perkembangan di masa kerajaan-kerajaan Islam di tanah Jawa dia antaranyaPertunjukkan Wayang Masa Kerajaan DemakMasa kerajaan Demak ini dimulai setelah runtuhnya kerajaan Majapahit yang membuat barang-barang yang berada di kerajaan Majapahit ini di pindahkan ke Demak begitu juga dengan kesenian wayang. Raja-raja kerajaan Demak dengan dibantu oleh para wali melihat bahwa orang-orang Jawa itu gemar akan kesenian daerah yang salah satunya adalah wayang. Mereka ingin menjadikan wayang sengai media dakwah Islam dengan menyempurnakan dan mengubah baik dari segi bentuk, wujud, cara pertunjukan agar tidak bertentangan dengan ajaran Islam, antara lain Tahun 1518-1521 wayang dinuat pipih menjadi dua dimensi dan digambar miring sehingga tidak menyerupai relief dibuat dari kulit kerbau yang ditatah warna dasar warna putih dan pakaian berwarna muka wayang dibuat miring dengan tangan yang masih menhyatu dengan badan dan diberi gapit untuk menancapkan kayu serta diberi lubang untuk 1521 wayang disempurnakan lagi dengan di tambah jumlahnya sehungga dapat dimainkan selama semalam suntuk. Tambahan wayang tersebut adalah wayang Ricikan dan Peralatan wayang seperti Kelir, Blencong, Kothak, Keprak dan Wayang Masa Kerajaan PajangKerajaan ini merupakan penerus dari kearajaan Demak dalam bidang kesenian khusunya wayang. Kerajaan ini melakukan pembaharuan pada kesenian wayang dengan membuat berbagai bentuk wayang baru di antaranyaWayang Kidang KencanaMerupakan sebuah kesenian wayang yang berbeda dari segi bentuknya yang lebih kecil daripada wayang biasanya. Pembuatan wayang ini digagas oleh raja Jaka Tinggir bersama para ahli kesenian pada sekitaran tahun 1556 GedogPembuatan wayang ini dipelopori oleh Sunan Giri pada sekitaran tahun 1563 M dengan menggunakan gamelan Krucil/Wayang Golek PurwaWayang yang pertunjukanya dilakukan pada siang hari, yang dilakukan oleh Sunan Kudus sekitar tahun 1584 M. Pertunjukanya hanya memakai “gawang” Mataram IslamKerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang bernama Sutawijaya yang mempunyai julukan Panembahan Senapati Ing Ngalaga 1586-1601 M. Ia menyatakan dalam kesenian wayang tidak menciptakan sesuatu yang baru namun hanya menambahkan tokoh wayang diantaranya, binatang-binatang hutan, tatahan wayang yang disempurnakan dengan rambut wayang yang ditatah gempuran, dan wayang gedog ditambah dengan tahun 1601-1613 kerajaan Mataram dipimpin oleh Mas Jolang yang mempunyai gelar Pangeran Seda Ing Krapyak juga melakukan pembaharuan diantaranyaMembuat wayang baru dengan babon wayang Kidang Kncana dan wanda wayang-wayang mulai diberi gapit yang senjata diantaranya panah, keris dan 1613-1645 adalah masa keemasan Mataram Islam yang dipimpin oleh Sultan Agung Hnyokrokusuma. Ia merupakan raja yang ahli filsafat dan ahli pada kesenian. Ia juga melakukan pembaharuan pada wayang diantaranya, membuat bentuk wayang lebih sempurn dengan membedakan bentuk mata. Misalnya ada mata kedongdongan, mata liyepan serta membuat sastra yang terkenal sampai sekarang yaitu sastragending, serta dibuat wayang Buta Rambutgeni dan buta-buta yang Wayang Periode KlasikWayang PurwaWayang purwa disebut juga wayang kulit karena terbuat dari kulit lembu. Sunan Kalijaga yang menciptakan pertama kali wayang dari kulit lembu. Wayang ini dimainkan oleh seorang dalang yang menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok niyaga dan tembang yang dinyanyikan PurwaDalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak blencong, sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan yang jatuh ke kelir. Penonton harus berpengetahuan tentang tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar supaya dapat memahami cerita wayang lakon. Secara umum, cerita dari wayang ini mengambil naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tidak dibatasi hanya dengan standar tersebut. Dalang juga bisa memainkan lakon carangan gubahan. Dalam sejarahnya, penyaduran sumber cerita dari Rmayana dan Mahabharata ke dalam bahasa Jawa Kuno dilakukan pada masa pemerintahan Raja wayang purwa ini pada mulanya didasarkan pada bentuk relief candi, namun mengalami perubahan hingga sekarang yang disesuaikan dengan pribadi masyarakat Indonesia Jawa. Menurut Sunarto, wayang purwa dibedakan berdasarkan ukuran besar/tingginya, yaituWayang KaperWayang Kulit KaperWayang ini adalah wayang yang ukurannya paling kecil, namun ada wayang yang berukuran besar dibanding yang lainnya yaitu wayang Bima atau Raksasa dan wayang-wayang lainnya disesuaikan. Pada umumnya, wayang ini diperuntukan bagi anak-anak yang memiliki bakat dalam pewayangan pedalangan.R. M. Sajid, sebagaimana dikutip Sunarti, menjelaskan, “Diberi nama wayang kaper karena saat di-sabet-kan dimainkan dalam pentas pada kelir tabir, tidak jelas jenis tokoh yang dimainkan, karena kecilnya bentuk wayang dan hanya nampak benda-benda kecil seperti kaper-kaper kupu-kupu kecil yang berkeliaran sekitar di lampu.”Wayang Kidang Kencanawayang kidang kencanaWayang kidang kencanan merupakan wayang yang ukurannya lebih besar dibandingkan wayang kaper. Wayang jenis ini juga sering disebut wayang kencana yang berarti sedang dan maksud pembuatan wayang ini agar saat digunakan dalam pentas tidak terlalu Pedalanganwayang pedalanganWayang jenis ini berbeda dengan dua jenis sebelumnya, karena memiliki ukuran yang besar. Wayang inilah yang sering digunkan dalam masyarakat. Berikut beberapa contoh ukuran wayang pedalangan pada wayang kulit purwa gaya Yogyakarta,Wayang Bima dengan tinggi 70,7 cm dan lebar 30,2Wayang Arjuna dengan tinggi 44,5 cm dan lebar 17,5Wayang Sembadra dengan tinggi 29,4 cm dan lebar 14Wayang Batara Kala jenis raksasa dengan tinggi 83 cm dan lebar 42,5Wayang AgengWayang Ageng merupakan wayang kulit dengan jenis ukuran terbesar dari jenis wayang lainnya. Jika dibandingkan dengan wayang-wayang pedalangan, wayang ageng lebih tinggi satu atau satu setengah lemahan bagian yang menghubungkan jari-jari kaki belakang dengan kaki muka. wayang ini tidak memenuhi syarat-syarat kepraktisan untuk keperluan pagelaran wayang karena tidak sesuai dengan kekuatan dalang memainkan wayang dengan baik selama pertunjukan semalam suntuk. Selain itu, ada beberapa adegan yang memberikan kesan seolah-olah ruang pentas menjadi terlalu sempit karena ukuran BeberWayang ini dinamakan beber karena berupa lembaran-lembaran beberan yang terbuat dari kain atau kulit lembu yang dibentuk menjadi tokoh-tokoh dalam cerita wayang, baik Ramayana dan Mahabharata. Tiap beberan merupakan satu adegan cerita. Jika sudah dimainkan, wayang dapat wayang beberDalam sejarah, wayang ini muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra–Islam. Konon, para wali, diantaranya Sunan Kalijaga, memodifikasi wayang beber ini menjadi wayang kulit dengan bentuk-bentuk yang bersifat ornamentik. Hal ini dilakukan karena ajaran Islam mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup maupun patung. Selain itu, wayang ini diberi tambahan tokoh-tokoh yang tidak ada pada wayang babon wayang dengan tokoh asli India, seperti Semar dan anak-anaknya serta Pusaka Hyang Sajid dalam bukunya Bawana Wayang menguraikan tentang wayang beber sebagai berikut, “Wayang beber itu bukan wayang yang dipergunakan untuk mbarang ngamen yang kemudian dipergunakan di jalan-jalan. Kata beber dalam hal ini berarti direntangkan atau digelar Jawa dijembreng. Setiap kali diceritakan, gambar wayang itu direntangkan agar diketahui oleh penonton bagaimana bentuk lukisan dari cerita tersebut”.Wayang Golekwayang golekWayang ini kebanyakan berpakaian jubah baju panjang tanpa digeraikan secara bebas dan terbuat dari kayu yang bentuknya bulat seperti lazimnya boneka. Kebanyakan orang menyebutnya dengan wayang tengul. Sumber ceritanya diambil dari sejarah, misalnya cerita Untung Surapati, Batavia, Sultan Agung, Trunajaya, dan lain-lain. Wayang ini tidak mengggunakan kelir seperti pada wayang Filsafat dalam WayangWayang memiliki unsur estetika, etika, maupun falsafahnya. Unsur filsafah ini mengandung nilai-nilai hakiki yang di dalamnya terdapat makna yang luas. Nilai falsafah merupakan isi dan kekuatan utama pertunjukan karena wayang bukan lagi sekadar tontonan menalinkan juga mengandung tuntunan, bahkan orang Jawa mengatakan “wewayangan ngaurip”, bayangan hidup manusia dari lahir hingga Hazim Amir, wayang dan seni pedalangan inidapat disebut teater total. Setiap lakon wayang digelar dalam pentas total, utamanya ketotalan kualitas yang dinyatakan dalam bentuk lambang-lambang, sebagai berikutRuangan kosong tempat pentas wayang melambangkan alam semesta sebelum Tuhan menggelar atau layar menggambarkan angkasa. Kelir dapat diartikan pula sebagai jagad raya dunia di mana semua kehidupan berada di dalamnya. Kelir digunakan sebagai penyekat antara dalang dan pisang atau gebog sebagai atau lampu sebagai matahari, di muka kelir terlihat terang yang mengartikan sebagai siang dan dibelakangnya gelap yang melambangkan melambangkan manusia dan makhluk penghuni duniaGamelan atau musik melambangkan keharmonisan hidupGunungan disebut juga kayon berasal dari bahasa Arab khayyu yang berarti hidup, melambangkan bentuk kehidupan yang terdapat di dalam jagad raya dunia. Di dalamnya terdapat berbagai macam makhluk antara lainTanam tuwuh pepohonan yang diartikan sebagai pohon kalpataru yang bermakna pohon hidup, sumber kehidupan, dan sumber binatang dan berbagai macam unggas merupakan gambaran dari berbagai macam tingkat kehidupan di gerbang yang diapit dua raksasa melambangkan pintu masuk ke dalam kebahagiaan abadi dan untuk memasukinya harus melalui kedua penjaga raksasa sebagai lambang nafsu yang terdiri dari Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, berperan sebagai pamong bagi para ksatria. Menurut seorang tokoh budayawan Riyono memberkan makna sendiri terhadap punakawan yang terdiri atas kelompok pertama di pihak kebenaran yang terdiri dari Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, sedangkan kelompok yang berlawanan terdiri dari Tejomoyo dan pihak kebenaran dengan tokoh Semar secara etimologi penjelmaan dewa yang bernama Bathara Maya dengan bersama saudaranya Bathara Manik dan Bathara Hantaga. Mereka bertiga putera sang Hyang Tunggal yang terjadi dari keajaiban halnya menurut Riptoko yang menyatakan bahwa keempat tokoh tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan Ramayana dan Mahabarata. Mereka merupakan hasil kreasi dari Wali Sanget Tinelon untuk memeragakan serta mengabdikan fungsi watak, tugas konsepsional Walisanga dan para mubaligh Islam. Nama-nama mereka berasal dari bahasa dari Ismar yaitu paku, berfungsi sebagai pengokohan yang goyah. Ibarat agama Islam yang didakwahkan para Walisanga di seluruh kerajaan Majapahit, yang pasa waktu itu sedang dalam pergolakan dengan berakhirnya didirikan kerajaan Demak oleh Raden Pateh. Hal itu sesuai dengan hadis Al-islamuismaruddumnya yang artinya Islam adalah pengokoh paku pengokoh keselamatan GarengNala Gareng dari Naala Qoriin yang berarti memperoleh banyak teman, dan tugas konsepsional para Walisanga sebagai juru dakwah dai ialah untuk memperoleh sebanyak-banyaknya kawan untuk kembali ke jalan Tuhan dengan sikap arif dan harapan yang dari Fatruk. Kata tersebut merupakan kata pangkal kalimat pendek dari sebuah wejangan tasawuf tinggi yang berbunyi Fat-ruk kulla maa siwallahi yang artinya tinggalkan semua apaun yang selain Allah. Wejangan tersebut kemudian menjadi watak pribadi para wali dan mubaligh pada waktu dari Baghaa yang berari berontak, yaitu terhadap kebathilan atau kemungkaran suatu tindakan anti kesalahan dalam versi lain bersal dari kata baqa’ Arab yang berarti kekal, langgeng artinya semua makhluk natinya di akhirat hidup PUSTAKAAizid, Rizem. Atlas Tokoh-Tokoh Wayang. YogyakartaDiva Press. Hazim. Nilai-Nilai Etis dalam Wayang. Jakarta Pustaka Sinar Harapan. Wayang Indonesia. Jakarta 1999JurnalWoro Zulaela, “Peranan Wyang Kulit Dalam Pengembangan Budaya Islam”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran SemarangSimilar Posts - Wayang merupakan salah satu bentuk kesenian budaya yang ada di Indonesia. Dilansir dari laman resmi kemendikbud, negara Indonesia setidaknya memiliki 18 jenis wayang yang beraneka ragam. Kedelapan belas jenis wayang tersebut diantaranya, Wayang kulit Purwa, Wayang Golek Sunda, Wayang Orang, Wayang Betawi, Wayang Bali, Wayang Banjar, Wayang Suluh, Wayang Palembang, Wayang Krucil, Wayang Thengul, Wayang Timplong, Wayang Kancil, Wayang Rumput, Wayang Cepak, Wayang Jemblung, Wayang Sasak Lombok, dan Wayang Beber. Wayang sendiri merupakan salah satu seni pertunjukan rakyat yang dimainkan oleh seorang dalang dengan menggerakkan tokoh-tokoh pewayangan yang dipilih sesuai dengan cerita yang dibawakan, begitu yang dikutip dari laman kemendikbud. Cerita-cerita yang dipilih pun bersumber pada kitab Mahabarata dan Ramayana yang mengandung filsafat serta kebudayaan dari Hindu dan India. Meskipun demikian, penerapannya di Indonesia sendiri telah diserap dan disesuaikan dengan kebudayaan di Indonesia. Sekalipun Indonesia memiliki berbagai jenis wayang, ada 4 wayang yang dianggap popular di Indonesia. Keempat wayang tersebut diantaranya sebagai berikut. Wayang BeberDari berbagai jenis wayang di Indonesia, wayang Beber diketahui sebagai wayang tertua di Indonesia. Menurut informasi yang dikutip dari laman wayang jenis ini pertama kali dikenal di Indonesia pada tahun 1223 M tepatnya pada zaman kerajaan Jenggala. Pada masa tersebut, wayang Jenggala dikenal dengan bentuk gambar yang ada di atas daun siwalan atau lontar. Penamaan wayang Beber ini sendiri berasal dari cara memainkannya. Pertunjukan wayang ini dilakukan dengan membeberkan atau membentangkan layar atau kertas yang berupa gambar. Wayang ini dimainkan dengan cara menguraikan cerita lakon melalui gambar yang tertera pada kertas atau layar tersebut. Pada awalnya, wayang Beber menceritakan berbagai kisah dari Mahabarata dan Ramayana. Namun seiring perkembangan zaman, wayang ini mulai menceritakan kisah-kisah sesuai dengan masanya mulai dari kisah-kisah raja di Jawa, kisah-kisah mengenai dakwah Islam, hingga kondisi masyarakat sehari-hari seperti menanggapi dan mengkritisi kondisi masyarakat saat ini dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, pembangunan dan juga sosial budaya. Wayang Purwa Sama seperti Wayang Beber yang dianggap popular, Wayang kulit jenis ini, juga dikatakan sebagai wayang paling tersohor di Indonesia. Menurut Pandam Guritno 1988 dalam karya Wayang yang dikutip dari laman Kebudayaan Indonesia dan Pancasila menganalisis bahwa ketenaran Wayang Purwa tidak terlepas dari kegemaran dan dukungan masyarakat Jawa yang gemar menggelar pertunjukan dari wayang kulit jenis ini. Sementara itu, wayang ini pertama kali dikenal di Indonesia pada abad ke-11 tepatnya pada masa pemerintahan raja Airlangga. Pada masa tersebut, dikisahkan sang raja mempunyai hasrat membuat wayang purwa karena ia mempunyai minat dan senang pada cerita dan riwayat para nenek moyangnya, tercantum dalam serat Pustakaraja Purwa. Raja kemudian melihat Candi Penataran di Blitar dan melihat arca para dewa dan gambar yang diukir sepanjang tembok batu sekeliling candii yang menceritakan tentang Rama. Ukiran candi inilah yang pada akhirnya memberi inspirasi kepada raja untuk membuat Wayang Purwa. Wayang ini berbentuk pipih dan terbuat dari kulit kerbau atau kambing. Lengan dan kaki dari wayang jenis ini juga dapat digerakkan. Sementara kisah-kisah yang dibawakan seputar cerita Ramayana dan Mahabarata. Wayang kulit Purwa sendiri terdiri dari beberapa gaya atau gagrak seperti gagrak Kasunanan, Mangkunegara, Ngayogjokarto, Banyumasan,Jawatimuran, Kedu, Cirebon, dan sebagainya. Wayang GolekSelain wayang yang dibuat dengan media kulit, terdapat pula wayang yang menggunakan media kayu atau berbentuk tiga dimensi. Wayang tersebut disebut dengan wayang golek. Jika wayang Beber dan wayang purwa lebih banyak tersebar di daerah Jawa bagian Timur dan juga Tengah, maka wayang golek lebih banyak tersebar di kawasan Jawa bagian Barat. Wayang jenis ini diperkirakan telah muncul di Indonesia pada abad ke-17 sebagai bentuk pengembangan dari wayang kulit. Dalam pertunjukan Wayang Golek ini sama seperti pertunjukan wayang lainnya, lakon dan cerita di mainkan oleh seorang dalang. Yang membedakan adalah bahasa pada dialog yang di bawakan adalah bahasa sunda. Pakem dan jalan cerita wayang Golek juga sama dengan wayang kulit, contohnya pada cerita Ramayana dan Mahabarata. Namun yang membedakan adalah pada tokoh punakawan, penamaan dan bentuk dari punakawan memiliki versi tersendiri yaitu dalam versi sunda. Seiring dengan berkembangnya jaman, wayang golek tidak hanya menceritakan tentang kisah Ramayana dan Mahabarata namun juga menceritakan tentang kisah-kisah islami dan hikmah kehidupan sehari-hari. Selain itu pada masa pemerintahan kerajaan Mataram, wayang golek ini justru pernah menjadi media untuk penyebaran agama Islam. Wayang OrangWayang yang cukup popular di Indonesia yang terakhir adalah wayang Orang. Wayang ini merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan tradisional Jawa, khususnya Jawa Tengah. Kesenian wayang jenis ini pertama kali muncul pada abad ke-18 di Solo oleh KGPAA Mangkunegoro I. Pada wayang Jenis ini, lakon wayang dimainkan langsung oleh orang yang berdandan seperti penokohan wayang. Kemunculan wayang Orang terinspirasi dari seni drama yang berkembang di Eropa. Keinginan Mangkunegoro I inilah yang pada akhirnya mendasari terwujudkan wayang Orang ini. Keinginannya semakin terwujud ketika di tahun 1899, Paku Buwono X meresmikan Taman Sriwedari sebagai taman hiburan untuk umum, dan pada saat itu ada pementasan pertunjukan wayang orang yang hingga kini tetap bertahan. Sementara cerita yang dimainkan didasarkan pada kisah Mahabrata dan Ramayana yang mengandung pesan moral yang sudah disesuaikan dengan kebudayaan setempat. Baca juga Di Balik Lakon Aji Narantaka dalam Pagelaran Wayang Jokowi Di Balik Unggahan Gambar Wayang di Akun Media Sosial Jokowi - Sosial Budaya Kontributor Syarifah AiniPenulis Syarifah AiniEditor Yantina Debora

lukisan wayang di jawa timur pertama kali menggunakan media